Ia berpendapat bahwa tindakan mendesak pencopotan Kapolres dalam kasus menimpa Supriyani tidak tepat atau tidak realistis, pasalnya Kapolres Konsel sudah berkerja keras dalam menangani kasus tersebut dengan memastikan proses hukum berjalan sesuai prosedur, transparan dan adil.
NUSANTARA VOICE, KONAWE SELATAN— Munculnya desakan untuk mencopot Kapolres Konawe Selatan terkait kasus Guru Supriyani dinilai kurang tepat oleh sejumlah pihak. Kasus yang melibatkan Supriyani, seorang guru yang diduga mengalami perlakuan kurang adil, telah menarik perhatian publik dan memicu reaksi dari berbagai kalangan, termasuk beberapa tokoh masyarakat yang meminta pergantian kepemimpinan di Polres Konawe Selatan.
Namun, menurut Tokoh Pemuda Sulawesi Tenggara, Akril Abdillah langkah tersebut dinilai kurang sesuai dengan prinsip keadilan. Ia berpendapat bahwa tindakan mendesak pencopotan Kapolres dalam kasus menimpa Supriyani tidak tepat atau tidak realistis, pasalnya Kapolres Konsel sudah berkerja keras dalam menangani kasus tersebut dengan memastikan proses hukum berjalan sesuai prosedur, transparan dan adil.
“Polres Konsel juga telah melakukan upaya mediasi berkali-kali antara pelapor dan terlapor sejak kasus dilaporkan pertama kali pada April 2024. Namun, karena tidak ada kesepakatan antara kedua pihak, kasus itu kemudian naik ke tahap penyidikan,” ucap Akril melalui keterangan persnya di Jakara
Akril menekankan bahwa pihak kepolisian perlu diberi kesempatan untuk menyelesaikan penyelidikan secara independen dan profesional tanpa tekanan publik yang berlebihan.
“Kita harus bijak dalam menyikapi kasus ini. Setiap tindakan harus didasari bukti yang jelas dan proses hukum yang berlaku. Meminta pergantian Kapolres tanpa dasar yang kuat justru dapat merugikan kepercayaan masyarakat pada institusi kepolisian,” ujar Akril.
Kapolres Konawe Selatan, Febry Sam Laode mengatakan, polisi telah melakukan mediasi berkali-kali sejak kasus dilaporkan pertama kali pada April 2024. Pihaknya sudah melakukan proses penyelidikan selama tiga bulan untuk memberikan ruang mediasi kepada kedua pihak.
Namun, karena tidak ada kesepakatan antara kedua pihak, kasus itu kemudian naik ke tahap penyidikan.
Selain itu, Febry membantah adanya penahanan oleh penyidik Polres Konawe Selatan terhadap sang guru. Sebab, penahanan tersebut dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Andoolo sejak berkas diserahkan oleh penyidik.
“Keluarga korban juga tidak pernah meminta sejumlah uang untuk kompensasi damai,” ucap Febry dikutip dari Kompas, Selasa (22/10/2024).
Akril berharap agar kasus ini menjadi pembelajaran untuk mewujudkan keadilan yang seimbang antara pihak terlapor dan pelapor, serta mendorong proses hukum yang jujur dan transparan.
Kami masyarakat untuk tetap tenang dan mempercayakan proses ini pada mekanisme hukum yang berlaku. “Kita perlu menahan diri dari tindakan yang emosional dan memastikan bahwa setiap langkah tetap sesuai koridor hukum. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum itu sendiri,” tutupnya.