Yang Berziarah Tak Selalu Berdoa

Berita35 Dilihat

JAKARTA, NUSANTARAVOICE.COM— Di negeri yang kerap riuh oleh simbol, selalu ada yang datang ke pusara dengan niat yang berbeda. Ada yang berdoa dengan khusyuk, ada pula yang membawa kamera dan teori. Begitulah kira-kira suasana ziarah Roy Suryo dan dr. Tifauzia Tyassuma ke makam keluarga Presiden Joko Widodo di Karanganyar sebuah kunjungan yang lebih banyak menimbulkan gaduh daripada teduh.

Alih-alih menjadi momen penghormatan, ziarah itu justru berubah menjadi ajang tudingan dan sensasi. Pernyataan dr. Tifa yang menggugat asal-usul keluarga Presiden mengubah doa menjadi drama. Tak ada yang salah dengan ziarah, tapi niat yang dibungkus dengan dugaan dan fitnah membuat kesakralan kehilangan makna.

Sementara publik terpana oleh hebohnya pernyataan itu, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka justru menunjukkan ketenangan luar biasa. Dengan wajah teduh dan kata-kata sederhana, ia hanya berkata: “Terima kasih, siapa pun boleh ziarah.” Sebuah kalimat pendek yang membungkam panjangnya provokasi.

“Ziarah itu perihal doa, bukan panggung konten dan sensasi. Yang dilakukan Roy dan dr. Tifa adalah propaganda murahan dan mengarah pencemaran nama baik” ujar Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, menilai tindakan keduanya lebih sebagai upaya mencari sorotan ketimbang penghormatan.

Sikap Gibran justru menjadi oase di tengah padang gersang retorika politik. Saat banyak pejabat bereaksi dengan amarah atau pembelaan, Gibran memilih menundukkan kepala, bukan menunjuk jari. Ia tak membalas dengan kata keras, melainkan dengan ketulusan yang menenangkan. Publik pun merasa: beginilah seharusnya seorang pemimpin tegas tanpa berteriak.