Soal Kritik Maskot STQH Nasional, Visioner Indonesia Minta Publik Bijak: Ini Kearifan Lokal, Bukan Penistaan

Berita100 Dilihat

Lebih jauh, Akril mengajak masyarakat untuk memandang STQH Nasional XXVIII bukan hanya sebagai ajang kompetisi keagamaan, tetapi juga sebagai ruang sinergi antara iman, budaya, dan kreativitas anak bangsa.

“Kita perlu dewasa dalam memaknai simbol. Maskot bukan ritual, tapi representasi semangat. Mari kita sambut STQH dengan kebanggaan dan rasa syukur, bukan dengan kecurigaan,” tegasnya.

Akril juga mengapresiasi panitia STQH yang dinilainya berupaya menampilkan konsep kreatif tanpa keluar dari nilai-nilai Islam. Menurutnya, desain maskot ini justru menjadi pintu dakwah yang membumi, mengajak masyarakat mencintai Al-Quran lewat pendekatan seni dan kearifan lokal.

“Bentuk boleh berbeda, tapi niat harus satu — memuliakan Al-Quran. Mari melihat dengan mata hati, bukan hanya dengan pandangan kasat mata. Sebab Islam itu rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya bagi manusia,” tutupnya.