NUSANTARA VOICE, JAKARTA— Polemik pagar laut sepanjang 30 kilometer di perairan Tangerang, Banten, terus menjadi perbincangan hangat. Temuan adanya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Milik (SHM) di area tersebut memunculkan pertanyaan besar terkait status lahan dan pihak yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar tersebut.
Pengacara Agung Sedayu Group (AGS), Muannas Alaidid, mengonfirmasi bahwa pihaknya memiliki sebagian SHGB di kawasan Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Ia membantah anggapan bahwa SHGB tersebut berada di tengah laut.
“Lokasinya bukan di tengah laut, tetapi di Desa Kohod, sekitar 30 kilometer dari kawasan pantai,” jelas Muannas saat dikonfirmasi, Kamis (23/1/2025). Ia juga menjelaskan bahwa lahan tersebut diperoleh AGS dari warga setempat beberapa tahun lalu.
Muannas menduga, pagar laut yang kini menjadi kontroversi mungkin dibuat warga terdampak abrasi untuk melindungi aset mereka. “Warga dulu berjuang mempertahankan tanah mereka dari abrasi. Kini setelah kami membeli lahan tersebut, justru kami yang disalahkan,” tegasnya.
DPR Dorong Pembentukan Pansus
Kontroversi ini memancing perhatian DPR. Wakil Ketua Komisi IV DPR, Alex Indra Lukman, mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki persoalan pagar laut dan kepemilikan sertifikat di area tersebut.
“Penemuan ratusan SHGB dan SHM ini harus diinvestigasi lebih mendalam. Pansus diperlukan untuk menggali informasi dan memastikan tidak ada pelanggaran hukum,” ujar Alex, Senin (20/1/2025).
Ketua Komisi IV DPR, Titiek Soeharto, menyatakan akan melakukan tinjauan langsung ke lokasi sebelum mengambil langkah lebih lanjut. “Kami akan bertemu dengan Kementerian terkait dan turun langsung ke lapangan untuk melihat situasi sebenarnya,” ujar Titiek.
Data Sertifikat di Kawasan Pagar Laut
Menurut Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), terdapat 263 bidang SHGB di kawasan tersebut. Sebagian besar dimiliki oleh perusahaan:
• PT Intan Agung Makmur (234 bidang)