“Kritik itu penting, tapi harus beradab. Kalau seseorang diserang karena warna kulit atau asal-usulnya, itu bukan kritik, itu kebencian.”ujarnya.
JAKARTA, NUSANTARAVOICE.COM —Kritik merupakan napas demokrasi. Namun ketika ungkapan itu berubah menjadi ejekan bernada rasis, ia kehilangan otoritas moralnya dan ruang publik menjadi tempat yang lebih sempit bagi akal sehat. Demikian pandang Sekretaris BSNPG, Azhar Adam, menanggapi gelombang hinaan rasial yang menyasar Menteri ESDM sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia.
Azhar membuka komentarnya dengan memuji sikap Bahlil yang tetap tenang menghadapi hujatan. “Di tengah fitnah dan cemoohan, beliau tetap fokus bekerja. Itu teladan kepemimpinan yang patut dicontoh,” ujarnya. Bagi Azhar, kematangan reaksi seorang pemimpin jauh lebih bernilai daripada keriuhan media sosial yang kerap mengaburkan fakta.
Ia kemudian mengajak publik melihat apa yang disebutnya sebagai karya nyata di balik sorotan. Dalam setahun terakhir, kata Azhar, Kementerian ESDM menginisiasi 37 proyek kelistrikan strategis dengan kapasitas total lebih dari 3,2 gigawatt sebagian besar mengandalkan Energi Baru Terbarukan (EBT). “Di balik angka-angka itu ada puluhan ribu pekerjaan yang terserap dan ribuan desa yang kini menikmati listrik lebih stabil. Ini bukan sekadar statistik, melainkan dampak yang dirasakan warga,” ujar Azhar.
Argumen soal capaian itu diperkuat dengan rujukan proyek bernilai besar: pada pertengahan 2025, pemerintah meresmikan proyek energi bersih senilai sekitar Rp25 triliun yang tersebar di 15 provinsi. Bagi Azhar, inisiatif tersebut menunjukkan arah transisi energi Indonesia yang semakin jelas dari retorika menuju implementasi.
Selain soal energi, Azhar menyorot agenda penertiban sektor pertambangan yang menurutnya telah lama menjadi “zona abu-abu.” Ia menyebutkan upaya konsolidasi regulasi dan operasi penertiban, termasuk melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), sebagai langkah berani untuk mengembalikan tata kelola yang sehat. “Selama ini banyak aktivitas tambang berjalan tanpa izin, bahkan merambah kawasan lindung. Dampaknya: negara rugi, masyarakat dirugikan, dan lingkungan rusak. Penertiban menyeluruh berbasis hukum adalah keharusan,” kata Azhar.













Komentar