Selain itu, kesadaran akan pentingnya EQ telah meningkatkan fokus pada kesehatan mental dan kesejahteraan individu. Kemampuan untuk mengenali dan mengelola emosi sendiri serta memahami emosi orang lain berkontribusi pada hubungan interpersonal yang lebih baik dan penurunan tingkat stres. Goleman menghubungkan kecerdasan emosional dengan kesehatan mental dan fisik, mengutip penelitian yang menunjukkan bagaimana ketahanan emosional dapat mengurangi stres, meningkatkan hubungan, dan meningkatkan kepuasan hidup secara keseluruhan.
Seperti sudah dikemukakan sedikit di atas, meskipun demikian, konsep EQ tidak luput dari kritik. Beberapa ahli berpendapat bahwa pengukuran EQ kurang objektif dibandingkan IQ, dan ada perdebatan mengenai sejauh mana EQ dapat diajarkan atau dikembangkan. Namun, banyak penelitian dan praktik di lapangan yang menunjukkan bahwa dengan pendekatan yang tepat, aspek-aspek EQ dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan pengalaman.
Secara keseluruhan, pengaruh konsep kecerdasan emosional yang dipopulerkan oleh Daniel Goleman tetap signifikan hingga saat ini. EQ telah menjadi komponen penting dalam pendidikan, dunia kerja, dan kesehatan mental, dengan penekanan pada pentingnya memahami dan mengelola emosi untuk mencapai kesuksesan dan kesejahteraan dalam kehidupan.
Insight Baru EQ
Daniel Goleman dalam The Brain and Emotional Intelligence: New Insights (2011), menggali lebih jauh ke dalam temuan-temuan baru yang telah memperluas pemahaman kita tentang kecerdasan emosional (EI) sejak konsep ini pertama kali diperkenalkan, seperti dijelaskan di atas. EQ, yang merupakan kemampuan untuk mengenali, memahami, dan mengatur emosi baik pada diri sendiri maupun orang lain, telah terbukti menjadi elemen penting dalam kepemimpinan, hubungan interpersonal, dan kesejahteraan individu.
Gokeman memulai dengan mengulas pertanyaan mendasar, yaitu apakah kecerdasan emosional benar-benar merupakan entitas yang terpisah dari IQ. Studi-studi neurologi menunjukkan bahwa EI beroperasi melalui area otak yang berbeda dari IQ, termasuk amigdala dan korteks prefrontal. Contohnya, amigdala berfungsi sebagai pusat radar emosional, sementara korteks prefrontal membantu dalam pengaturan impuls dan pengambilan keputusan yang lebih rasional. Studi ini memperkuat pandangan bahwa EI adalah seperangkat kemampuan unik yang melibatkan sirkuit otak tertentu.
Lebih lanjut, Goleman mengidentifikasi empat domain utama EI: kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, dan manajemen hubungan. Kesadaran diri melibatkan kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri dan memahami dampaknya. Ini adalah fondasi dari kecerdasan emosional, dan area seperti amigdala serta korteks somatosensori memainkan peran kunci dalam mengolah emosi pribadi. Dengan kesadaran diri yang kuat, seseorang dapat membuat keputusan yang lebih baik karena mereka mampu mengevaluasi perasaan mereka secara rasional.
Pengelolaan diri adalah kemampuan untuk mengontrol impuls dan emosi negatif, yang sangat penting untuk mencapai kinerja optimal. Goleman menjelaskan fenomena “amygdala hijack,” yaitu ketika amigdala mengambil alih fungsi otak rasional, menyebabkan respons emosional yang berlebihan. Namun, melalui latihan seperti mindfulness dan meditasi, seseorang dapat memperkuat sirkuit otak yang membantu mengelola stres dan emosi, mengurangi dampak negatif dari hijack ini.
Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk memahami dan merespons emosi orang lain, termasuk empati. Temuan tentang neuron cermin, yang memungkinkan kita untuk “mencerminkan” emosi orang lain, menyoroti bagaimana otak sosial kita dirancang untuk koneksi interpersonal. Misalnya, ketika seseorang berbicara dengan nada positif, emosi tersebut dapat menular ke orang lain, membangun hubungan yang lebih harmonis. Sebaliknya, nada negatif dapat menciptakan ketegangan.
Manajemen hubungan mencakup keterampilan interpersonal yang lebih kompleks, seperti menginspirasi orang lain, menyelesaikan konflik, dan membangun kolaborasi. Goleman menunjukkan bahwa pemimpin yang efektif adalah mereka yang mampu memanfaatkan EI untuk memengaruhi emosi tim mereka, menciptakan suasana kerja yang positif dan produktif.
Salah satu wawasan penting dalam buku ini adalah hubungan antara EI dan kinerja optimal. Goleman menguraikan hukum Yerkes-Dodson, yang menunjukkan bahwa ada tingkat stres optimal di mana seseorang dapat mencapai kinerja terbaik. Ketika seseorang terlalu santai, mereka mungkin kehilangan motivasi, tetapi ketika stres terlalu tinggi, hal ini dapat menyebabkan kelelahan atau “frazzle.” Zona optimal, yang disebut sebagai “flow,” adalah keadaan di mana seseorang sepenuhnya terfokus dan menikmati tugas mereka. Untuk mencapai flow, seseorang membutuhkan keseimbangan antara tantangan tugas dan kemampuan mereka.
Kreativitas juga menjadi topik yang dibahas secara mendalam. Goleman menjelaskan bahwa otak kreatif melibatkan koneksi yang luas antara berbagai bagian otak, termasuk hemisfer kanan dan kiri. Selama momen “aha,” aktivitas gamma di otak meningkat, menunjukkan integrasi informasi yang tiba-tiba dan inovatif. Untuk memfasilitasi kreativitas, Goleman merekomendasikan fase relaksasi setelah konsentrasi intens, yang memungkinkan otak untuk membangun koneksi baru secara spontan.
Dalam konteks organisasi, EI memainkan peran penting dalam menciptakan tim yang efektif dan kepemimpinan yang inspiratif. Pemimpin yang memiliki EI tinggi dapat memengaruhi emosi tim mereka dengan cara yang positif, mendorong kolaborasi, inovasi, dan produktivitas. Mereka juga lebih mampu menangani konflik dengan empati dan keterampilan komunikasi yang baik.
Buku ini juga menyoroti tantangan EI di era digital. Goleman mencatat bahwa interaksi online sering kali kurang memberikan isyarat emosional, seperti nada suara atau ekspresi wajah, yang biasanya membantu kita menafsirkan pesan secara akurat. Hal ini dapat menyebabkan kesalahpahaman, seperti dalam kasus “flaming” atau respons emosional berlebihan di email dan media sosial. Solusinya adalah dengan meningkatkan kesadaran akan dampak emosi dalam komunikasi digital dan berupaya menciptakan koneksi yang lebih manusiawi.
Secara keseluruhan, buku Emotional Intelligence ini menawarkan pandangan mendalam tentang bagaimana EI dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks pribadi maupun profesional. Dengan memahami dan mengembangkan EI, kita dapat menciptakan hubungan yang lebih baik, membuat keputusan yang lebih bijaksana, dan mencapai kinerja yang lebih tinggi.
Buku ini tidak hanya relevan bagi individu yang ingin meningkatkan⁸, tetapi juga bagi organisasi yang ingin menciptakan budaya kerja yang lebih sehat dan produktif.
Daftar Pustaka
Goleman, D. (1995). Emotional intelligence: Why it can matter more than IQ. New York, NY: Bantam Books.
Goleman, D. (2011). The brain and emotional intelligence: New insights. Northampton, MA: More Than Sound LLC.
Budhy Munawar-Rachman, Dosen Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara. Direktur Paramadina Center for Religion and Philosophy (PCRP) Universitas Paramadina.
*Jika Anda berminat memelajari EI atau EQ ini, silakan japri ke saya, WA 08129880379. Saya akan kirimkan pdf bukunya dan infografisnya* 🙏