Oleh: Risallah Fadli, S.H. (Ketua Himpunan Mahasiswa Magister Kenotariatan Unhas 2024-2025)
Pemilihan Kepala Daerah serentak yang diselenggarakan ditahun 2024 ini merupakan pilkada yang selalu menyajikan hal menarik untuk dikaji dan diulas dalam setiap prosesnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa Pilkada Serentak akan dilangsungkan tepatnya pada tanggal 27 November 2024 nanti. Salah satu fenomena yang muncul dalam proses ini adalah adanya “Kotak Kosong” yang terjadi apabila hanya terdapat satu pasangan calon kepala daerah/calon tunggal. “Kotak Kosong” merupakan perwujudan ekspresi masyarakat terhadap penolakan calon tunggal yang akan bertarung nantinya.
Salah satu daerah yang hampir dipastikan berlaku “kotak kosong” adalah daerah Kabupaten Muna Barat yang tercatat sejak tanggal penutupan pendaftaran bakal calon kepala daerah tanggal 4 september 2024 tepatnya pada pukul 23.59 WITA kemarin di KPU Kabupaten muna Barat, hanya terdaftar satu bakal Calon Kepala Daerah. Hal ini tentu menjadi pro kontra dikalangan elektoral yang dihadapkan dengan dua pilihan antara calon tunggal yang memiliki visi-misi serta program ataukah harus menolak. Beberapa pihak menganggap bahwa “kotak kosong” adalah bagian dari kemunduran demokrasi di Kabupaten Muna Barat dimana tidak adanya calon lain dan konsolidasi partai hanya mampu dilakukan oleh satu pasangan calon saja yakni pasangan La Ode Darwin dan Ali Basa. Lantas apakah memilih “Kotak Kosong” adalah solusi keberlangsungan demokrasi dan kesejahteraan daerah ?