Tantangan dan Kesenjangan Kebijakan BPH Migas dalam Transisi Energi

Energi20 Dilihat

NUSANTARA VOICE, JAKARTA— Jaringan Aktivis Nusantara memandang kebijakan BPH Migas untuk mempercepat pemanfaatan gas bumi sebagai bagian dari transisi energi menuju net zero emission (NZE) merupakan langkah positif. Namun, evaluasi lebih mendalam terhadap pelaksanaan di lapangan menunjukkan masih adanya kesenjangan antara visi yang dicanangkan dan implementasi aktual. 

Meskipun BPH Migas telah mencatat sejumlah pencapaian, seperti peningkatan PNBP dan harmonisasi regulasi, Romadhon Jasn, Ketua Jaringan Aktivis Nusantara, menilai bahwa tantangan yang dihadapi masih sangat besar, terutama terkait ketersediaan infrastruktur gas, kepastian pasokan, serta birokrasi yang kompleks.

“BPH Migas memang telah mendorong transisi energi melalui gas bumi, tetapi kendala di lapangan seperti keterbatasan infrastruktur dan birokrasi yang panjang masih menjadi penghambat utama,” ujar Romadhon, dalam keterangannya ke awak media, Kamis, 12 September 2024.

Menurutnya, perencanaan lintas sektor dan jangka panjangyang disebut BPH Migas masih jauh dari optimal. Gas bumi, meskipun lebih ramah lingkungan, masih menghadapi tantangan teknis dan regulasi yang harus segera diatasi untuk benar-benar menjadi jembatan transisi energi.

Tentang Kesenjangan Infrastruktur dan Investasi, Romadhon menyatakan, meski Indonesia memiliki potensi besar dalam gas bumi, ketersediaan infrastruktur, terutama jaringan pipa gas, masih belum merata. Wilayah-wilayah yang jauh dari pusat industri sering kali tidak terjangkau, sehingga upaya menjadikan gas bumi sebagai energi transisi menjadi kurang efektif. 

Ia menekankan bahwa investasi besar-besaran diperlukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur energi ini, namun kepastian regulasi dan iklim investasi harus diperbaiki terlebih dahulu.

“Investasi di sektor migas, khususnya infrastruktur gas bumi, masih terganjal oleh regulasi yang terlalu birokratis. Pemangkasan izin harus diikuti dengan pengawasan yang lebih ketat agar pelaksanaannya tidak merugikan masyarakat dan lingkungan,” tambah Romadhon.

Sementara itu, BPH Migas juga menyatakan fokus pada pengawasan penyaluran BBM subsidi melalui kerja sama dengan pemerintah daerah. Namun, Jaringan Aktivis Nusantara menilai bahwa kebijakan ini belum efektif. 

“Distribusi BBM subsidi masih sering mengalami kebocoran. Pengawasan yang ada belum cukup ketat, dan transparansi dalam proses penyalurannya juga masih minim,” tegas Romadhon.

Menurutnya, kerja sama antar provinsi seperti yang dilakukan di Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Bangka Belitung adalah langkah yang tepat, namun implementasi dan pengawasan di lapangan masih belum optimal. Tanpa pengawasan ketat dan keterlibatan lebih luas dari masyarakat, program ini berisiko tidak mencapai target efisiensi yang diharapkan.

Romadhon juga menyebutkan bahwa tantangan nasional dan global, seperti perubahan harga energi global, transisi energi, dan tekanan untuk mengurangi emisi karbon, menuntut BPH Migas untuk lebih responsif dalam menyusun kebijakan. Penerapan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan peningkatan pemanfaatan gas bumi memang selaras dengan tren global, tetapi langkah ini harus didukung oleh kebijakan yang kuat dan jangka panjang.

“Komitmen BPH Migas dalam menyusun regulasi yang ramah lingkungan harus dipertahankan, namun tantangan global seperti ketidakstabilan harga energi dan tuntutan penurunan emisi juga harus diantisipasi dengan lebih baik,” ujar Romadhon. 

Ia menekankan bahwa dalam menyusun kebijakan jangka panjang, transparansi dan partisipasi lintas sektor harus ditingkatkan agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kondisi lapangan dan berkelanjutan.

Jaringan Aktivis Nusantara mendukung langkah BPH Migas dalam mempromosikan pemanfaatan gas bumi sebagai jembatan transisi energi. 

Namun, Romadhon menegaskan bahwa tantangan infrastruktur, birokrasi, dan pengawasan harus segera ditangani agar kebijakan ini tidak hanya menjadi wacana tanpa implementasi konkret.

“Transisi energi adalah tantangan besar yang membutuhkan komitmen jangka panjang dan keterlibatan semua pihak. BPH Migas harus memastikan bahwa semua kebijakan yang mereka buat benar-benar dapat diimplementasikan di lapangan, tanpa mengabaikan hak masyarakat dan perlindungan lingkungan,” tutup Romadhon.

Komentar