Di jalanan Teheran, ketegangan terasa. Sebagian warga menyalahkan rezim atas keterpurukan diplomatik, namun sebagian lain marah pada Israel yang dianggap menyerang rakyat sipil.
Di balik strategi Netanyahu terdapat keyakinan bahwa “80% rakyat Iran ingin perubahan.” Namun, para pakar memperingatkan bahwa memaksakan perubahan dari luar bisa memperkuat kelompok garis keras, bukan melemahkannya.
“Kita pernah melihat skenario ini di Irak dan Libya,” ujar seorang pengamat politik Timur Tengah. “Regime change tidak pernah sederhana. Justru bisa memicu kekacauan yang lebih dalam.”
Negara-negara G7 menyerukan de-eskalasi dan mediasi, namun Netanyahu tetap pada pendiriannya. “Kami bertindak demi keselamatan masa depan,” ujarnya. Di sisi lain, Rusia dan China diam-diam cemas. Iran adalah mitra strategis, dan keruntuhan kekuasaannya bisa mengubah keseimbangan geopolitik di kawasan.
Apa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir bukan hanya babak baru konflik Iran-Israel, melainkan potensi lonceng perang baru di Timur Tengah. Dunia menahan napas, menunggu apakah kedua negara akan menghentikan peluru, atau justru melangkah ke jurang perang total.
Komentar