Namun, wacana rumah seluas 18 meter persegi itu justru menuai gelombang penolakan. Banyak yang menilai rumah dengan ukuran sekecil itu tak manusiawi, terutama untuk keluarga.
Ketua Umum Asprumnas, Muhammad Syawali Pratna, menyebut ukuran tersebut “lebih mirip gudang” daripada rumah tinggal. Sementara Ketua Umum REI, Joko Suranto, menilai rencana itu bertentangan dengan standar kelayakan nasional dan internasional, seperti SNI dan WHO.
“Kalau rumah tapak, 18 meter itu terlalu sempit. Mungkin masih bisa diterima untuk hunian vertikal, tapi tidak untuk rumah subsidi,” tegas Joko.
Kini setelah rencana itu dibatalkan, publik berharap pemerintah merancang ulang program rumah subsidi dengan pendekatan yang lebih realistis dan manusiawi. Rumah bagi rakyat, kata warganet di media sosial, bukan sekadar atap dan tembok tapi tempat yang layak untuk hidup dan tumbuh.