Reformasi Polri dan Tugas Membangun Kepercayaan Publik

Berita37 Dilihat

JAKARTA, NUSANTARAVOICE.COM— Perjalanan reformasi kepolisian Indonesia telah melewati dua dekade, namun gelombang kritik dan ujian kepercayaan publik tak pernah benar-benar berhenti. Dalam setiap momentum, Polri selalu berada di antara dua kutub: harapan yang besar dan sorotan yang keras. Kini, tantangannya bukan lagi sekadar memperbaiki struktur, tetapi mengubah cara publik melihat dan mempercayai institusi ini
Reformasi Polri telah memasuki babak baru. Digitalisasi pelayanan publik, penerapan restorative justice, hingga pembenahan sistem pendidikan dan karier di internal kepolisian menandai langkah maju yang tak bisa diabaikan. Namun perubahan nyata tidak diukur dari seberapa banyak program diluncurkan, melainkan seberapa dalam perubahan itu dirasakan oleh masyarakat di lapangan.

Polri kini dituntut untuk hadir bukan hanya sebagai aparat penegak hukum, tetapi juga sebagai pelayan dan pelindung yang mampu memulihkan kepercayaan rakyat. Tugas ini tak mudah, sebab citra publik dibangun dari pengalaman sehari-hari: cara polisi menegur di jalan, menerima laporan warga, hingga menyelesaikan konflik dengan empati. Kepercayaan lahir dari pengalaman, bukan janji.

Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) memandang bahwa reformasi Polri bukan proyek jangka pendek, melainkan proses pembentukan nilai. “Keberanian membuka diri terhadap kritik adalah langkah penting, karena hanya institusi yang percaya diri yang mampu mendengar suara berbeda tanpa merasa terancam,” terang Romadhon Jasn, Kamis (9/0/2025).

Baca juga:  Dasco Katakan Revisi UU Pilkada Batal Disahkan DPR: Keputusan MK Berlaku

Kepercayaan publik tidak bisa diminta, ia harus dihasilkan. Polri harus menjadikan setiap tindakan di lapangan sebagai refleksi dari semangat perubahan: melayani dengan integritas, bertindak dengan proporsionalitas, dan menjaga netralitas di tengah dinamika politik nasional. Di sinilah reformasi diuji bukan di meja konferensi, tapi di ruang publik yang nyata.

JAN mengingatkan bahwa dukungan masyarakat adalah bahan bakar utama perubahan. Publik perlu melihat reformasi transformasi polri sebagai kerja bersama, bukan pertunjukan sepihak. Karena itu, mengembalikan kepercayaan polri berarti juga mengembalikan dialog: antara aparat dan warga, antara institusi dan pengkritiknya, antara kekuasaan dan nurani.

Komentar