Perubahan Perjanjian BBM Swasta Jadi Momentum Rasionalisasi Energi Nasional

Energi40 Dilihat

JAKARTA, NUSANTARAVOICE.COM — Perubahan perjanjian antara PT Pertamina (Persero) dan sejumlah badan usaha swasta terkait pasokan bahan bakar minyak (BBM) menandai babak baru dalam tata kelola energi nasional. Setelah muncul polemik mengenai kandungan etanol pada BBM impor, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan Pertamina akan menggunakan spesifikasi tertinggi sesuai permintaan pasar. Langkah ini bukan bentuk kompromi, melainkan bagian dari strategi pemerintah menjaga stabilitas dan rasionalitas energi dalam negeri.

Direktur Jenderal Migas ESDM, Laode Sulaeman, menegaskan bahwa BBM yang batal dibeli oleh badan usaha seperti Vivo dan BP-AKR akan tetap digunakan untuk kebutuhan nasional. “Itu masih bisa dipakai sendiri oleh Pertamina. Tidak ada masalah,” ujarnya di Jakarta. Pemerintah memastikan tidak ada kerugian negara karena stok impor itu tetap menjadi bagian dari cadangan strategis nasional.

ESDM juga mengingatkan badan usaha pengelola SPBU swasta agar tidak terlalu sering melakukan impor. Pemerintah telah memberikan kuota impor hingga 110 persen dari kebutuhan, sehingga tidak ada alasan untuk terus menambah volume. “Kita sudah kasih 100 persen plus tambahan 10 persen. Jangan sebentar-sebentar impor, karena masih banyak kuota yang bisa dimanfaatkan melalui Pertamina,” ujar Laode. Arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pun menegaskan bahwa kolaborasi Pertamina–swasta tetap menjadi prioritas hingga 2025.

Baca juga:  Diskusi Publik Bahas Migas Bersih dan Transisi Energi, Pertamina Hulu Energi Didorong Jadi Pelopor

Di sisi lain, PT Pertamina Patra Niaga terus mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh narasi miring terkait etanol dalam BBM. Etanol merupakan bahan aditif ramah lingkungan yang sudah digunakan luas di Brasil, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Penjualan Pertamax Green di Jawa Tengah justru meningkat 228 persen dari target, membuktikan publik mulai memahami bahwa inovasi energi hijau adalah arah masa depan, bukan ancaman bagi kendaraan.

“Langkah Pertamina menyesuaikan spesifikasi bukan bentuk mundur, tetapi bukti kedewasaan korporasi yang memilih rasionalitas tanpa kehilangan arah nasional. Ini cara cerdas menjaga stabilitas tanpa menimbulkan kegaduhan publik,” ujar Direktur Gagas Nusantara, Romadhon Jasn, Rabu (8/10).

Komentar