Perubahan Perjanjian BBM Swasta Jadi Momentum Rasionalisasi Energi Nasional

Energi44 Dilihat

Menurut Romadhon, keberanian Pertamina terlihat dari kesediaannya berdialog dengan semua pihak tanpa kehilangan prinsip. Ia menilai pemerintah, BUMN, dan swasta kini memiliki ruang komunikasi yang lebih sehat, di mana perbedaan spesifikasi tidak lagi menjadi sumber konflik. Dalam pandangan Gagas Nusantara, perubahan perjanjian ini adalah langkah penting menuju keadilan energi yang berbasis kerja sama dan transparansi data.

“Kalau swasta menolak produk yang sudah lolos uji Lemigas, itu bukan soal mutu, tapi soal keberpihakan. Kalau mereka mengaku bagian dari ekosistem energi nasional, mestinya ikut memikul tanggung jawab, bukan sekadar menikmati pasar,” tegas Romadhon Jasn.

Pemerintah menegaskan, arah kebijakan energi nasional tetap konsisten dengan agenda dekarbonisasi. Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui penerapan mandatori etanol 10 persen (E10) mulai 2026, yang akan mengurangi impor BBM dan memperkuat kemandirian energi. Dengan dukungan Pertamina sebagai pelaksana utama, kebijakan ini menjadi tonggak transisi energi nasional menuju efisiensi dan keberlanjutan.

“Publik tidak boleh terjebak oleh narasi miring yang beredar. Pertamina sudah membuka hasil uji Lemigas secara transparan, dan itu bentuk tanggung jawab nyata. Ketika keterbukaan dijalankan konsisten, kepercayaan publik tumbuh dengan sendirinya,” kata Romadhon Jasn.

Baca juga:  Pertamina dan Sorotan: Dari Skandal ke Pemulihan Kepercayaan Publik

“Kemandirian energi tidak tumbuh dari hitungan laba, melainkan dari keberanian untuk terus melayani negeri. Pertamina tidak mundur — ia tengah menegakkan rasionalitas dan kedaulatan energi nasional. Publik seharusnya berdiri bersama upaya ini, karena mendukung Pertamina berarti menjaga masa depan energi bangsa,” tutup Romadhon Jasn.

Komentar