Dalam laporan tersebut, PT Palmina Adhikarya Sejati (PAS) diduga melakukan tindak pidana korupsi di sektor pertambangan dengan cara menambang secara ilegal di kawasan hutan lindung menggunakan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) milik PT Bososi Pratama (BP).
Surat dengar nomor 02/VIII/Z&R/2025 itu juga memuat kronologi lengkap serta dasar hukum kepemilikan PT Bososi Pratama (BP), termasuk akta notaris dan putusan pengadilan terkait, serta dugaan manipulasi dokumen hukum yang digunakan untuk mengalihkan izin tambang secara tidak sah.
Dalam laporan itu, disebutkan pula bahwa kegiatan tersebut menimbulkan kerugian negara bernilai ratusan miliar rupiah, karena hasil tambang dikelola dan dijual tanpa izin yang sah.
“Fakta hukum menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap aturan pertambangan nasional, termasuk penggunaan IPPKH yang tidak sesuai peruntukannya. Ini jelas melanggar hukum dan berpotensi korupsi sumber daya alam,” tulis Zetriansyah dalam surat laporannya.
PB Pendekar meminta Kejagung segera menindaklanjuti laporan tersebut. Dan hal itu sejalan dengan perintah langsung Presiden Republik Indonesia yang menegaskan pentingnya pembersihan sektor pertambangan dari mafia dan pelaku penyalahgunaan izin tambang.
Menurut Sasriponi, negara tidak boleh kalah dari segelintir pengusaha yang memperkaya diri dengan mengorbankan lingkungan dan masyarakat.
“Negara jangan kalah oleh mafia tambang. Mereka adalah maling sumber daya bangsa yang hidup dari penderitaan rakyat. Kami berdiri untuk kebenaran, demi menyelamatkan kekayaan alam yang seharusnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk para penjahat tambang,” ujar Sasriponi.
PB Pendekar berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga para pelaku dan jaringan mafia tambang benar-benar diadili.
“Instruksi Presiden sudah jelas berantas mafia tambang, sikat para maling sumber daya negara. PB Pendekar akan terus mengawal kasus ini sampai keadilan ditegakkan,” kata Sasriponi.
Komentar