Fakta bahwa Gomberto kembali ke lingkar bisnis keluarga menimbulkan dugaan kuat adanya rekayasa administratif. Skema ini dinilai sekadar formalitas agar eks napi korupsi bisa kembali mengontrol jaringan usahanya melalui perantara keluarga.
Meski pihak pemasyarakatan menyebut prosedur asimilasi telah sesuai dengan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2012, dokumen pengusulan justru memperlihatkan adanya potensi konflik kepentingan. Nama Lurah Raha III, La Ode Hadasi, bahkan tercatat ikut menandatangani persetujuan asimilasi tanpa penjelasan mendalam mengenai dasar pertimbangannya.
Cepatnya proses ini hanya berselang satu tahun dari vonis pengadilan menjadi catatan kritis. Publik menilai pengawasan terhadap napi korupsi masih lemah, sementara asimilasi kerap dijadikan celah untuk kembali menguasai akses ekonomi dan politik.
Hingga kini, pihak Rutan Raha maupun PT MPS belum memberikan klarifikasi resmi terkait keterlibatan mereka dalam penempatan Gomberto. Polemik ini sekaligus memunculkan kembali pertanyaan besar: apakah program asimilasi benar-benar dijalankan untuk pembinaan, atau justru menjadi jalan pintas bagi napi berpengaruh untuk kembali berkuasa di balik nama keluarga?
Komentar