JAKARTA, NUSANTARAVOICE.COM,- Pemerintah resmi memberi mandat baru kepada PT PLN (Persero) untuk mengelola ekspor-impor listrik lintas negara. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 15 September 2025. Dari luar, kebijakan ini mungkin sekadar urusan jual beli listrik. Namun jika dicermati lebih dalam, inilah saat ketika listrik berubah dari sekadar arus teknis menjadi instrumen strategis diplomasi.
Dalam beleid tersebut ditegaskan bahwa ekspor listrik dapat dilakukan sepanjang kebutuhan domestik terpenuhi. Sebaliknya, impor hanya dimungkinkan jika infrastruktur dalam negeri belum mencukupi. Artinya, pemerintah tidak sedang membuka pasar energi tanpa batas, melainkan menyiapkan mekanisme fleksibel untuk menjaga keandalan dan keamanan pasokan energi nasional.
Lebih jauh, beleid itu juga membuka ruang inovasi. Transaksi tidak harus dalam bentuk konvensional, melainkan bisa dilakukan melalui skema penukaran (swap) dengan energi atau komoditas lain. Ini menandakan bahwa listrik dipandang bukan sekadar barang dagangan, tetapi aset strategis yang bisa memperkuat posisi Indonesia di meja diplomasi energi regional.
“Penunjukan PLN sebagai agregator ekspor-impor listrik bukan sekadar keputusan teknis. Ini logika negara: menempatkan energi sebagai instrumen kedaulatan. PLN bukan lagi operator, tapi diplomat energi,” ujar Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, dalam rilis resminya, Kamis (25/9/2025)
Bagi perekonomian, kebijakan ini membuka dua pintu sekaligus. Ekspor listrik memberi potensi penerimaan negara, sementara impor bisa menjadi solusi pragmatis di wilayah dengan keterbatasan infrastruktur. Dengan tata kelola yang tepat, Indonesia tidak hanya menjaga stabilitas energi, tetapi juga memperkuat daya saing regional.
Komentar