“ULP sengaja menunda pengumuman tender berulang kali. Lalu tiba-tiba menetapkan pemenang tanpa mekanisme transparan. Itu hanya akal-akalan untuk menguntungkan pihak tertentu,” ujar Ramadhan.
Praktik ini, menurut MAR, jelas melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Bahkan, jika benar dilakukan atas arahan kepala daerah, Ramadhan menilai perbuatan itu masuk ranah tindak pidana korupsi.
Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor menyebutkan, penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara dapat dijatuhi hukuman berat, bahkan seumur hidup. “Kalau benar ada arahan dari Bupati, maka jelas ia harus diperiksa KPK. Tidak boleh ada impunitas bagi pejabat daerah yang menggunakan kekuasaan untuk mengatur proyek,” tegas Ramadhan.
MAR menegaskan tidak akan berhenti pada seruan. Mereka siap turun ke jalan jika Kejaksaan Agung maupun KPK tak segera mengambil langkah konkret. “Tidak cukup hanya memanggil kontraktor. Aparat hukum harus membongkar keterlibatan Kepala Dinas serta aktor eksternal yang selama ini mengendalikan proyek. Kalau ini dibiarkan, tata kelola pemerintahan daerah akan terus dikuasai mafia,” ujar Ramadhan.
Gelagat mafia proyek di Busel kini terang benderang. Publik menunggu: beranikah KPK mengetuk pintu Bupati Adios?
Nusantaravoice.com masih berupaya meminta tanggapan dari Bupati Adios maupun pihak-pihak terkait. Hingga berita ini diturunkan, kontak yang bersangkutan belum ditemukan untuk dihubungi.
Komentar