Tabrak Kapal Nelayan, Aktivis Maritim Minta Syahbandar Cabut Izin Berlayar Kapal UKI Raya 23

“Kami ini hanya nelayan kecil. Kalau kapal besar seenaknya masuk jalur dan menabrak, siapa yang bisa jamin keselamatan kami?” kata salah seorang nelayan yang enggan disebut namanya.

Menurut mereka, keselamatan melaut tidak hanya bergantung pada keterampilan nelayan, tetapi juga pada kedisiplinan dan kepatuhan kapal-kapal besar terhadap aturan pelayaran.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Syahbandar maupun perusahaan pemilik UKI Raya 23. Publik menunggu kejelasan sikap otoritas terkait, apakah benar akan ada sanksi tegas berupa pembekuan atau pencabutan izin berlayar kapal tersebut.

Kasus ini menjadi sorotan serius karena bukan pertama kalinya kapal besar diduga abai hingga merugikan nelayan. Jika tidak ada langkah nyata dari pemerintah, kepercayaan publik terhadap sistem keselamatan pelayaran bisa semakin menurun.

Untuk diketahui, catatan kelam keselamatan pelayaran kapal UKI Raya sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya, kapal penumpang UKI Raya 23 yang melayani rute Raha–Kendari juga pernah terlibat kecelakaan laut.

Pada Selasa (27/12/2022) sekitar pukul 01.40 Wita, UKI Raya 23 menabrak sebuah tongkang pengangkut ore nikel di perairan Cempedak, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Insiden tersebut sempat menimbulkan kepanikan ratusan penumpang yang tengah beristirahat di dalam kapal.

Baca juga:  Kadis Dukcapil Sultra Dorong Transformasi Digital Lewat Rakor Pemanfaatan Data Kependudukan

Meski tidak ada korban jiwa, kejadian itu menyisakan trauma sekaligus membuka pertanyaan publik mengenai standar keselamatan operasional kapal. Kini, setelah insiden tabrakan dengan kapal nelayan, citra UKI Raya kembali tercoreng dan sorotan publik terhadap lemahnya pengawasan pelayaran makin tajam.

Komentar