Reformasi Polri: Publik Jangan Terjebak Prasangka

Berita89 Dilihat

JAKARTA,NUSANTARAVOICE.COM- Wacana reformasi Polri yang dibentuk langsung oleh Presiden Prabowo Subianto bersama Kapolri tengah menjadi topik panas di ruang publik. Ada yang menganggap langkah ini strategis, ada pula yang memandangnya dengan penuh curiga. Bahkan, narasi friksi antara Presiden dan Polri ikut menyeruak. Padahal, faktanya jelas: tim reformasi ini lahir dari arahan Presiden dan dijalankan Kapolri sebagai bentuk loyalitas institusi kepada negara dan rakyat.

Reformasi yang sedang berlangsung bukan basa-basi politik. Ada lima dimensi besar yang digarap: perombakan struktur organisasi, transformasi moral dan etika, penguatan transparansi, revitalisasi pelayanan publik, dan pengawasan internal yang lebih akuntabel. Polri bahkan melibatkan Kompolnas dan pengawas eksternal agar proses reformasi tidak terjebak pada formalitas belaka. Inilah fondasi untuk menjadikan Polri sebagai institusi modern yang selaras dengan prinsip demokrasi.

Publik memang berhak kritis. Namun, kritik tanpa data hanya menambah kebisingan. Data justru menunjukkan Polri telah berbenah. Sejak 2020, lebih dari 25 ribu kasus pidana ringan diselesaikan melalui pendekatan restorative justice, sebuah pergeseran penting dari paradigma koersif menuju keadilan substantif. Layanan digital juga terus diperluas: mulai dari SIM dan SKCK online, laporan darurat 110, hingga pengaduan Propam digital. Bukti ini menunjukkan reformasi Polri berjalan sistematis.

Baca juga:  Spekulasi Pergantian Kapolri: Publik Minta Transparansi, Istana Beri Penegasan

Di balik keraguan sebagian publik, justru muncul pertanyaan mendasar: apakah kita akan terus melihat reformasi dengan kacamata prasangka? Polri hari ini bukan lagi institusi yang anti kritik. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berkali-kali menegaskan bahwa kritik adalah vitamin, tanda kepedulian masyarakat, bukan racun yang harus ditolak. Dengan perspektif itu, reformasi Polri harus dipandang sebagai kerja bersama, bukan sebagai proyek elitis semata.

Di titik ini, Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) menilai isu friksi hanyalah bayangan semu. Menurut JAN, reformasi Polri adalah konsekuensi logis dari kepemimpinan Presiden dan Kapolri yang berupaya memperbarui kontrak sosial kepolisian dengan rakyat. “Kekuasaan negara butuh instrumen yang dipercaya publik. Reformasi Polri adalah cara menjaga kontrak sosial itu tetap hidup,” ujar Ketua JAN, Romadhon, dalam pernyataannya, Rabu (24/9/2025).

Komentar