Polri juga kini semakin membuka partisipasi publik. Program Presisi yang diluncurkan sejak 2021 bertujuan memangkas jarak antara rakyat dan polisi. Polri meluncurkan platform digital, memperkuat komunikasi publik, dan menata ulang pola pelayanan agar lebih cepat serta transparan. Semua langkah ini membuktikan bahwa reformasi tidak berhenti di tataran slogan.
JAN kembali menegaskan bahwa publik sebaiknya tidak terjebak prasangka yang melemahkan. Reformasi Polri berjalan sejalan dengan visi Presiden, bukan bertentangan. “Polri bukan berdiri sendiri. Ia bagian dari politik kebangsaan yang diarahkan Presiden. Karena itu, setiap reformasi di tubuh Polri harus dibaca sebagai sinkronisasi, bukan perpecahan,” kata Romadhon.
Evaluasi tetap penting, tapi harus jujur dan adil. Kritik diperlukan untuk mengawal, tetapi jangan berubah menjadi sinisme yang mematikan. Data sudah menunjukkan Polri berbenah menyeluruh. Dengan mengakui fakta itu, kritik akan lebih bermakna. Kritik yang konstruktif justru menguatkan reformasi, bukan melemahkan.
Untuk itu, JAN mengajak publik mengawal reformasi Polri dengan sikap kritis yang sehat. Kontrol sosial tetap penting, tetapi harus diletakkan sebagai energi korektif, bukan sekadar caci maki. “Kritik adalah tanda cinta. Yang berbahaya justru adalah prasangka tanpa dasar,” tegas Romadhon.
“Jangan biarkan narasi prasangka mendistorsi kenyataan. Reformasi Polri adalah kesempatan bersejarah untuk melahirkan institusi yang profesional, modern, dan humanis. Publik harus mendukung, sambil terus mengawal. Sebab tanpa kepercayaan rakyat, reformasi hanya akan jadi konsep. Dengan dukungan rakyat, reformasi akan menjadi kenyataan,” pungkasnya.
Komentar