JAKARTA, NUSANTARAVOICE.COM— Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Muhammad Herindra dipanggil Presiden Prabowo Subianto ke Istana Negara pada Kamis siang, 4 September 2025. Pertemuan berlangsung tertutup, tanpa penjelasan panjang ke publik. Pemanggilan ini memicu spekulasi soal konsolidasi keamanan nasional pasca rangkaian aksi demonstrasi besar akhir Agustus.
BIN dalam struktur negara kerap disebut sebagai “kuping Presiden.” Artinya, laporan intelijen yang diterima kepala negara merupakan bahan utama dalam membaca situasi politik, ekonomi, dan keamanan. Dalam konteks ini, setiap isu yang mencuat, termasuk makar, tidak bisa dianggap main-main meski butuh verifikasi hukum lebih lanjut.
Isu makar yang diucapkan Presiden pekan lalu menjadi perdebatan luas. Menteri Pertahanan menegaskan istilah itu sebatas peringatan dini, bukan vonis hukum terhadap kelompok tertentu. Namun, publik menilai istilah makar terlalu berat bila disampaikan tanpa bukti konkret. KMI mengingatkan agar kehati-hatian mutlak diperlukan, ujar Ketua Umum KMI, Edi Homaidi, Jumat (4/9) di Jakarta.
Koordinasi antar lembaga keamanan kini menjadi kunci. BIN hanya penyedia analisis intelijen, sementara penegakan hukum ada di Polri dan pengendalian politik hukum di Menkopolhukam. Tanpa sinergi, potensi bias tafsir bisa muncul. KMI menegaskan, keselarasan ketiga lembaga ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat, ujar Edi Homaidi.
Dalam situasi pasca demonstrasi, publik menuntut penjelasan yang jernih. Transparansi minimal harus disampaikan agar tidak terjadi banjir rumor dan spekulasi liar. Apalagi, sebagian besar demonstran datang dengan tuntutan ekonomi, bukan motif politik menggulingkan pemerintahan.
Komentar