Trump Kerahkan Kapal Selam Nuklir Usai Ancaman Medvedev, Ketegangan AS-Rusia Kembali Memanas

Internasional2667 Dilihat

AS, NUSANTARAVOICE.COM  Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan telah mengerahkan kapal selam bertenaga nuklir ke wilayah-wilayah strategis sebagai respons terhadap ancaman yang dilontarkan mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev. Langkah ini memicu kembali ketegangan geopolitik antara Washington dan Moskow di tengah konflik yang belum mereda antara Rusia dan Ukraina.

Dalam pernyataannya di platform Truth Social pada Jumat (1/8), Trump menegaskan bahwa pernyataan Medvedev bersifat “sangat provokatif” dan berpotensi berujung pada konsekuensi yang tak diinginkan. Trump juga menekankan bahwa penempatan kapal selam tersebut dilakukan sebagai bentuk pencegahan terhadap potensi ancaman yang dianggap serius.

“Saya telah memerintahkan dua kapal selam nuklir untuk diposisikan di wilayah yang sesuai, kalau-kalau pernyataan bodoh dan provokatif itu lebih dari sekadar omong kosong,” tulis Trump.

Meskipun tidak menjelaskan secara rinci apakah kapal selam yang dimaksud bersenjata nuklir atau hanya bertenaga nuklir, pernyataan ini langsung menarik perhatian dunia internasional dan komunitas intelijen global.

Ketegangan bermula dari komentar Medvedev di platform X (dulu Twitter), yang menyebut ancaman sanksi dan ultimatum Trump sebagai “langkah menuju perang”. Medvedev juga memperingatkan bahwa permainan ultimatum terhadap Rusia dapat menimbulkan konflik langsung dengan Amerika Serikat.

Baca juga:  Panama Rayakan 25 Tahun Perolehan Kembali Yurisdiksi atas Terusan Panama

“Trump bermain-main dengan ultimatum terhadap Rusia: 50 hari atau 10 hari. Ia harus ingat dua hal: Rusia bukan Israel, apalagi Iran. Setiap ultimatum baru adalah ancaman dan langkah menuju perang,” tulis Medvedev dalam unggahannya.

Trump, yang selama ini mengklaim mampu menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina dalam waktu 24 jam, mengaku kecewa dengan sikap Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menuding Putin telah mengabaikan niat baiknya untuk menengahi perdamaian, sementara serangan terhadap wilayah sipil di Ukraina terus berlanjut.

Komentar