Ketua Jaringan Aktivis Nusantara (JAN), Romadhon Jasn, menegaskan bahwa digitalisasi Polri adalah keniscayaan, tetapi harus dirancang dengan pendekatan partisipatif. Ia menyatakan, “Transformasi digital harus melibatkan rakyat sebagai pusat layanan. Ketika rakyat merasa dilayani, saat itu pula kepercayaan dibangun,” tegasnya.
JAN juga menyampaikan pentingnya kesiapan Polri dalam menghadapi ancaman kejahatan global, seperti penipuan digital lintas negara, perdagangan manusia daring, dan serangan siber yang semakin kompleks. “Tantangan global membutuhkan respon yang adaptif dan kolaboratif, Polri perlu memperkuat kapabilitas siber dan menjalin kerja sama internasional,” ungkap Romadhon.
Masukan dari berbagai pihak juga menyoroti perlunya pelatihan berkelanjutan bagi anggota Polri agar melek teknologi dan mampu merespons cepat aduan masyarakat. Sistem meritokrasi dan keterbukaan informasi diharapkan menjadi bagian dari reformasi struktural dalam tubuh kepolisian. “Teknologi tanpa integritas hanya akan melahirkan birokrasi digital yang tumpul,” ujar moderator diskusi.
JAN dalam siaran persnya menyatakan bahwa hasil diskusi ini akan dirangkum sebagai rekomendasi publik kepada Mabes Polri dan instansi terkait. “Kami mendorong Polri menjadikan masukan dari diskusi ini sebagai vitamin untuk berbenah, bukan ancaman,” pungkas Romadhon.
Diskusi ditutup dengan seruan agar Polri terus memperkuat komitmennya dalam transformasi digital yang adil, transparan, dan menjangkau seluruh masyarakat. JAN menyatakan dukungannya kepada Polri sebagai pilar utama dalam menjaga keamanan nasional dan menghadapi ancaman global di era digital. Kolaborasi antara institusi, masyarakat, dan teknologi diyakini akan menjadi fondasi bagi kepolisian modern yang tangguh dan terpercaya.