JAKARTA, NUSANTARAVOICE.COM —Transformasi digital di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali menjadi sorotan dalam diskusi panel interaktif bertema “Transformasi Digital Institusi Polri: Menjawab Tantangan dan Kredibilitas” yang digelar Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) di Jakarta, Jumat (1/8/2025). Diskusi ini menghadirkan narasumber dari kalangan penulis, aktivis Papua, dan jurnalis, serta diikuti antusias oleh mahasiswa dan perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sejumlah kampus.
Diskusi dibuka dengan pemaparan Ali Sadikin, penulis buku dan pemerhati kebijakan publik. Ia menyoroti bahwa digitalisasi di tubuh Polri haruslah berorientasi pada peningkatan aksesibilitas dan transparansi. “Teknologi tidak boleh menjadi penghalang, justru harus menjadi jembatan antara institusi negara dan rakyat,” ujar Ali. Ia menekankan pentingnya integrasi data, pelaporan daring yang efisien, dan layanan berbasis kecerdasan buatan sebagai pilar masa depan kepolisian.
Zaid, aktivis muda Papua, memberikan pandangan kritis mengenai kesenjangan digital antarwilayah. Ia menegaskan bahwa program digitalisasi Polri mesti menjangkau daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) agar tidak memunculkan ketimpangan keadilan hukum. “Transformasi tidak akan berhasil jika konektivitas internet saja belum merata, apalagi akses masyarakat terhadap informasi hukum,” jelas Zaid.
Sementara itu, Deni, jurnalis senior dari Jakarta, menambahkan bahwa kepercayaan publik terhadap Polri masih sangat bergantung pada konsistensi dalam pelayanan dan penegakan hukum. Ia menyebut bahwa program digital seperti virtual police station, dashboard ETLE, dan platform pengaduan online perlu disempurnakan agar benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. “Wajah digital Polri harus benar-benar mencerminkan nilai Presisi: prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan,” kata Deni.
Diskusi berlangsung interaktif dengan berbagai pandangan kritis dari mahasiswa dan perwakilan organisasi masyarakat sipil. Beberapa peserta menyoroti bahwa penggunaan anggaran besar untuk pengadaan perangkat digital dan robotik di tubuh Polri harus dievaluasi berdasarkan efektivitas dan dampaknya terhadap peningkatan pelayanan masyarakat. “Rakyat ingin Polri yang cepat tanggap dan adil, bukan sekadar canggih di atas kertas,” ujar salah satu peserta dari BEM Jakarta.
Komentar