JAKARTA, NUSANTARAVOICE.COM – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menyatakan bahwa tidak ada pekerja migran Indonesia (PMI) yang terdampak konflik antara Kamboja dan Thailand. Pernyataan ini dilontarkan saat eskalasi geopolitik di kawasan tersebut meningkat, dan sejumlah negara mulai mengevakuasi warganya. Meski pernyataan ini menenangkan, banyak pihak menilai klaim tersebut terlalu dini dan berisiko menyesatkan publik.
Karding juga memuji kesiapan Kementerian P2MI yang telah mengaktifkan pemantauan dan menyiapkan skenario evakuasi. Ia menegaskan bahwa pemerintah siap mengevakuasi jika situasi memburuk. Namun sayangnya, pernyataan tersebut belum disertai data rinci jumlah PMI di wilayah perbatasan konflik atau sistem koordinasi yang jelas dengan Kedutaan RI di kedua negara.
Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) menganggap klaim “tak ada PMI terdampak” sebagai refleksi lemahnya basis data negara. “Pemerintah seolah membangun narasi bahwa semuanya terkendali, padahal sistem pelaporan dan deteksi PMI nonprosedural di Kamboja sangat minim,” ujar Ketua JAN, Romadhon Jasn, Selasa (29/7/2025).
Data IOM dan LSM lokal menyebutkan, setidaknya ada lebih dari 25.000 WNI yang bekerja secara informal di wilayah industri Kamboja dan sekitarnya. Sebagian besar masuk melalui jalur tidak resmi dan tidak tercatat dalam sistem perizinan migrasi Indonesia. Dengan status yang abu-abu, kelompok ini paling rentan terdampak krisis, dan paling tidak mungkin terdeteksi pemerintah. Di sinilah letak kekhawatiran publik terhadap klaim Menteri Karding.
“Pernyataan seperti itu berbahaya jika hanya didasarkan pada data prosedural yang terbatas. PMI nonprosedural bukan hantu, mereka nyata, bekerja keras, dan mereka juga warga negara,” tegas Romadhon.
Komentar