Meski belum pernah bertemu langsung dengan Raja Charles III, Istana Buckingham memberikan izin resmi untuk menampilkan karya potret tersebut. Meller menjelaskan bahwa pemilihan Raja Charles sebagai subjek sangat relevan dengan tema-tema besar saat ini, termasuk lingkungan dan kemajuan teknologi.
Ai-Da juga telah diundang untuk menampilkan karyanya di ajang prestisius AI for Good Global Summit yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, Swiss.
Yang mengejutkan, menurut Meller, Ai-Da memilih sendiri siapa yang akan ia lukis.
“Kami hanya bertanya kepadanya. Karena ia terhubung ke internet, ia bisa berbicara panjang lebar tentang berbagai tokoh, dan dari percakapan itu, karya seni akan tercipta,” ujarnya.
Namun, hal paling mengejutkan dari enam tahun bekerja bersama Ai-Da bukanlah seberapa “manusia”-nya sang robot, melainkan seberapa “robotik” manusia sendiri.
“Pengalaman ini menantang pemahaman kita tentang kreativitas, identitas, dan kesadaran,” tutur Meller. “Ai-Da bukan hanya alat, dia adalah cermin dan pertanyaannya bukan tentang dia, tapi tentang kita.”
Dengan kehadiran Ai-Da, seni, teknologi, dan filsafat bertemu dalam satu wujud. Ia bukan hanya robot pelukis, tapi simbol dari pertanyaan besar zaman kita: di era mesin yang makin manusiawi, sejauh apa manusia masih menjadi dirinya sendiri?
Komentar