Meskipun Tom Lembong tidak menerima uang secara langsung, jaksa menyatakan bahwa perbuatannya memenuhi unsur tindak pidana korupsi karena memperkaya orang lain dan merugikan keuangan negara.
“Perbuatan terdakwa merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan,” kata jaksa.
Atas dakwaan itu, jaksa menuntut 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta, subsider 6 bulan kurungan. Namun, Tom tidak dikenai kewajiban membayar uang pengganti, karena tidak ditemukan aliran dana ke rekening pribadinya.
Tom Lembong dalam pleidoinya sebelumnya membantah melakukan korupsi. Ia menyebut kebijakan impor itu lahir dari semangat membuka pasar dan mengendalikan harga. Ia juga mengatakan keputusan tersebut dilakukan secara kolektif bersama pejabat kementerian dan lembaga teknis lain.
Namun jaksa menilai pembelaan tersebut hanya sebatas retorika. “Kebijakan itu tetap melawan hukum, siapa pun yang membuatnya,” ujar jaksa.
Pakar hukum tata negara dari UGM, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan kasus ini menandai pergeseran fokus dalam pemberantasan korupsi: dari motif personal ke dampak struktural.
“Ini seperti pelajaran baru bahwa kebijakan ekonomi yang salah arah, jika terbukti merugikan negara dan memperkaya segelintir pihak, tetap bisa digolongkan sebagai korupsi,” ujarnya saat dihubungi Tempo.
Sementara itu, sejumlah pengusaha yang menerima keuntungan dari impor gula ini juga telah diperiksa oleh KPK dan Kejagung, meski hingga kini belum ada penetapan tersangka baru dari pihak swasta.
Komentar