NUSANTARA VOICE, JAKARTA— Polemik pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, terus memanas. Pagar bambu yang dinilai menghalangi akses nelayan dan merusak ekosistem pesisir ini telah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 9 Januari 2025. Namun, kritik terhadap lambannya penegakan hukum terus diarahkan kepada Polri, terutama oleh pengamat keamanan dari Indonesia Safety and Security Studies (ISESS), Bambang Rukminto.
Di tengah kontroversi, TNI Angkatan Laut (TNI AL) bergerak cepat. Pada 18 Januari 2025, mereka membongkar pagar laut tersebut atas instruksi Presiden Prabowo Subianto melalui Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Muhammad Ali. Sebanyak 600 personel TNI AL dikerahkan untuk mengatasi penghalang yang dianggap merugikan nelayan. Langkah ini mendapat dukungan penuh dari KKP, meski sebelumnya kementerian tersebut mengusulkan pemeriksaan lebih lanjut sebelum pembongkaran.
Sekretaris Jenderal Visioner Indonesia, Akril Abdillah, turut memberikan pandangannya terkait peran Polri dalam kasus ini. Ia menegaskan bahwa proses hukum membutuhkan waktu dan koordinasi lintas instansi. “Polri tidak pernah diam. Proses hukum sedang berjalan sesuai mekanisme yang berlaku,” ujar Akril pada Jumat (24/1/2025).
Ia juga menilai kritik yang diarahkan kepada Polri, seperti yang disampaikan ISESS, kurang proporsional.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH-AP) PP Muhammadiyah bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil telah melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri pada 17 Januari 2025. Ketua Riset dan Advokasi LBH-AP PP Muhammadiyah, Ghufroni, menilai pagar tersebut telah merugikan banyak pihak, terutama nelayan lokal.
“Kami mendesak Polri untuk mengambil tindakan hukum atas pemagaran laut ini yang mengganggu akses nelayan,” ungkap Ghufroni.
Komentar