Di sisi lain, BPOM juga berencana melakukan percepatan dalam proses registrasi obat dan makanan. Saat ini, proses tersebut bisa memakan waktu hingga 300 hari kerja.
“Kami berupaya memangkas waktu ini menjadi 120 hari atau bahkan 90 hari,” ujar Taruna. Langkah ini akan mendukung ketersediaan obat-obat inovatif yang lebih cepat di pasar Indonesia.
Salah satu upaya untuk mempercepat ketersediaan obat inovatif adalah dengan mengadopsi hasil uji klinis yang sudah dilakukan di luar negeri. “Jika obat tersebut sudah melalui uji klinis tahap tiga di negara asal, tidak perlu lagi diuji di sini. Kami bisa langsung memberikan izin edar,” lanjutnya.
Selain itu, Taruna juga menekankan pentingnya digitalisasi dalam proses perizinan. Sistem manual yang selama ini digunakan akan digantikan dengan sistem digital untuk mempercepat layanan. “Kami ingin memastikan bahwa perusahaan farmasi dan makanan bisa mendapatkan izin lebih cepat tanpa mengurangi kualitas pengawasan,” tambahnya.
Langkah-langkah ini akan membawa dampak besar bagi industri farmasi dan makanan di Indonesia. Tidak hanya mempercepat waktu perizinan, tetapi juga memotong biaya yang selama ini membebani industri. Dengan demikian, produk-produk obat dan makanan bisa lebih cepat masuk pasar dan tersedia bagi masyarakat.
Taruna optimis bahwa dengan kerja sama yang baik antara BPOM dan industri, perubahan-perubahan ini bisa segera terwujud. “Kami terus berkomunikasi dengan pihak industri agar kebijakan ini bisa menguntungkan semua pihak,” tegasnya.
Dengan peningkatan produksi obat dalam negeri dan percepatan regulasi, diharapkan harga obat di Indonesia bisa lebih kompetitif di masa mendatang.
Komentar