“Distribusi BBM subsidi masih sering mengalami kebocoran. Pengawasan yang ada belum cukup ketat, dan transparansi dalam proses penyalurannya juga masih minim,” tegas Romadhon.
Menurutnya, kerja sama antar provinsi seperti yang dilakukan di Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Bangka Belitung adalah langkah yang tepat, namun implementasi dan pengawasan di lapangan masih belum optimal. Tanpa pengawasan ketat dan keterlibatan lebih luas dari masyarakat, program ini berisiko tidak mencapai target efisiensi yang diharapkan.
Romadhon juga menyebutkan bahwa tantangan nasional dan global, seperti perubahan harga energi global, transisi energi, dan tekanan untuk mengurangi emisi karbon, menuntut BPH Migas untuk lebih responsif dalam menyusun kebijakan. Penerapan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan peningkatan pemanfaatan gas bumi memang selaras dengan tren global, tetapi langkah ini harus didukung oleh kebijakan yang kuat dan jangka panjang.
“Komitmen BPH Migas dalam menyusun regulasi yang ramah lingkungan harus dipertahankan, namun tantangan global seperti ketidakstabilan harga energi dan tuntutan penurunan emisi juga harus diantisipasi dengan lebih baik,” ujar Romadhon.
Ia menekankan bahwa dalam menyusun kebijakan jangka panjang, transparansi dan partisipasi lintas sektor harus ditingkatkan agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kondisi lapangan dan berkelanjutan.
Jaringan Aktivis Nusantara mendukung langkah BPH Migas dalam mempromosikan pemanfaatan gas bumi sebagai jembatan transisi energi.
Namun, Romadhon menegaskan bahwa tantangan infrastruktur, birokrasi, dan pengawasan harus segera ditangani agar kebijakan ini tidak hanya menjadi wacana tanpa implementasi konkret.
“Transisi energi adalah tantangan besar yang membutuhkan komitmen jangka panjang dan keterlibatan semua pihak. BPH Migas harus memastikan bahwa semua kebijakan yang mereka buat benar-benar dapat diimplementasikan di lapangan, tanpa mengabaikan hak masyarakat dan perlindungan lingkungan,” tutup Romadhon.
Komentar