NUSANTARA VOICE, JAKARTA— Praktisi Hukum Abdul Razak Said Ali menilai ujaran kebencian, fitnah, hoax, maupun isu SARA pada Pilkada merupakan ancaman demokrasi dan dapat menjadi bibit perpecahan.
Untuk itu, ia berharap masyarakat mesti cerdas dalam menyaring setiap informasi yang beredar terutama dimedia sosial, setiap informasi yang diterima mesti diperiksa sebaik mungkin.
“Pada aspek hukumnya, masyarakat mesti memahami bahwa perbuatan menghina maupun menyebarkan berita bohong atau hoax itu dapat dipidana berdasarkan ketentuan UU No.1 Tahun 2024 dan itu ancaman pidananya sampai 6 tahun penjara. Selain itu terhadap perbuatan diskriminasi ataupun kebencian berdasarkan SARA juga dapat dikenai pidana yaitu dengan ketentuan UU No.40 Tahun 2008 juga dengan ancaman 5 tahun penjara,” jelasnya melalui keterangan persnya di Jakarta, Jum’at, 6/9/2024.
Alumni Universitas Halu Oleo ini menyinggung pada pesta demokrasi di Indonesia tidak lagi menjadi tempat beradu ide, gagasan dan program melainkan sebaliknya menjadi tempat mendistribusikan informasi-informasi yang bernuansa kebencian, fitnah, hoax maupun adanya isu SARA yang merupakan ancaman demokrasi.
“Tidak jarang justru perbedaan pilihan menimbulkan perpecahan ditengah masyarakat, dan kebencian, fitnah, hoax maupun adanya isu SARA yang dapat membuat masyarakat terpecah dan terbelah,” ucapnya.
Komentar